Portal Berita Online

MTM Sikapi Proyek RSPTN , IRC, Dan WWTP Unila


Bandar Lampung -  Ketua Umum Masyarakat Transpransi Merdeka (MTM) Provinsi Lampung, Ashari Hermansyah mengatakan, terkait Pekerjaan CWU Pembangunan RSPTN , IRC, Dan WWTP Universitas Lampung (Unila) dengan Nilai Pekerjaan Rp198.088.597.867  tahun anggaran APBN 2024 yang dilaksanakan oleh PT. Nindya Karya diduga telah terjadi unsur-unsur pelanggaran yang mengarah potensi kerugian negara.

Pihaknya menyebutkan dugaan kerugian negara terletak pada awal pelaksanaan pekerjaan struktur terutama pembesian.
“Saya mengatakan ini adalah benar," imbuh Ashari, Rabu (02/10/2024).
Pihaknya menyebutkan pada 30 Juni 2024 turun kelapangan  melakukan survei dan investigasi, sample yang sudah dilakukan survei terutama pada pekerjaan tulangan pembesian sengkang pada tulangan pembesian kolom, tulangan pembesian Kolom, tulangan sengkang pada tie beum, tulangan pembesian pada tie beum, pekerjaan pasangan tulangan pada plat lantai satu, tulangan pembesian bore pile, pasangan tulangan sengkang spiral  bore pile, yang semuanya diduga telah terjadi pelanggaran.
"Atau menggunakan besi banci atau besi yang diduga  tidak  sesuai spesifikasi  yang  mempengaruhi mutu beton dan  mengarah pada potensi kerugian negara," tegas Ashari.

Atas dasar tersebut yang kemudian, pihaknya menyampaikan konfirmasi kapada pihak Unila dalam hal ini kepada Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat supaya diberikan jawaban kalrifikasi yang benar-benar jelas.

Ashari Hermansyah, juga meminta kapada Aparat penegak Hukum dan juga Badan Pemeriksa keuangan Republik Indonesia untuk melakukan pemeriksaan pada pekerjaan tersebut, karena pihaknya menyebutkan dugaan potensi kerugian negara perlu segera  ditindak lanjuti sedini mungkin, karena ini adalah proyek dari kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, dan wajib juga bagi elemen masyarakat yang peduli terhadap pencegahan korupsi di Bumi Ruwi Jurai menjalankan sosial kontrol terhadap pembangunan.

"Karena pihaknya menyebutkan ini uang Rakyat, bukan pembangunan pribadi jadi perlu dilakukan pengawasan, jika terdapat oknum tertentu menghalang-halangi untuk mengawasi aliran uang negara  sama saja menantang negara, dan tidak kooperatif atau ada unsur Mens Rea," ungkap dia.

"Jadi siapapun pihak atau oknum yang melakukan pembelaan dengan mengemas suatu produk hukum tertentu dengan maksud mengkebiri masyarakat agar tidak diperbolehkan melakukan pengawasan terhadap pembangunan, hal tersebut patut diduga yang bersangkutan ada niat jahat," tandas Ashari.

Pihaknya menyebutkan bukankah Peraturan perundang-undangan dibuat pada pasal tertentu yang mengatur tentang peran serta dan partisipasi masyarakat dalam penyeleggaraan Negara untuk dapat diimplementasikan, yang ketika melakukan pengawasan mendapat ancaman.
"Hal ini patut dicurigai,  ada apa ?," tegasnya.

Selang beberapa hari, pihaknya telah menerima jawaban klarifikasi dari pihak perusahaan dan juga pihak Unila.

"Yang dalam jawaban klarifikasi  tersebut yang ditanda tangani oleh Kepala Biro perencanaan dan hubungan masyarakat, Budi Sutomo, pada tulisan surat menyebutkan berdasarkan informasi dari PPK PHLN dan hasil penelaan serta pemeriksaan oleh PT.Nindya Karya selaku kontraktor, adanya dugaan Indikasi pelanggaran item item pekerjaan adalah tidak benar, terang Budi sebagamana yang tercantum pada surat kalrifikasi tersebut," ungkap dia.

Kemudian dari pihak PT.Nindya Karya selaku Project Manager yang ditanda tangani oleh Mokh. Barlian Syafat pada jawaban klarifikasi menyebutkan, pengukuran dengan menggunakan sigmat oleh Masyarakat Transparansi Merdeka (MTM Lampung). Bukan merupakan besi yang terdapat pada proyek RSPTN dan IRC, besi pada Proyek RSPTN dan IRC merupakan besi yang didatangkan langsung dari pabrik dan telah dilakukan pengujian pada laboratorium Universitas Bandar Lampung dan telah dinyatakan sesuai dengan SNI yang berlaku, dan ditambahkan juga dalam Klarifikasi  tersebut, foto –foto yang dikirimkan oleh MTM Lampung, melalui surat konfirmasi adalah Rekayasa karena telah terdapat perbedaan waktu pengecekan.

Pihaknya juga menyebutkan pada jawaban klarifikasi, dasar hukum persoalan ini di indonesia, tindakan penertiban masyarakatatau sweeping hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum, seperti polisi, dan satpol PP berdasarkan pasal 13 undang-undang nomor 2 tahun 2002, tentang kepolisan republik indonesia, polisi memiliki wewenang untuk melakukan penertiban didaerah-daerah, tugas ini juga dijalankan oleh satpol PP, sesuai dengan pasal 255 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum.
"Menurut undang -undang  17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat tidak diperbolehkan melakukan sweeping ditempat umum, tindakan ini merupakan wewenang  polisi dan satpol PP, demikian yang ditulis pada jawaban klarifikasi oleh pihak perusahaan," ungkap dia.
Sementara Rektor Unila, Lusmeilia Afriani belum berhasil dikonfirmasi meski nomor telepon miliknya dalam keadaan aktif, pesan yang dikirim pun belum direspon. (man/ndi)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular


NASIONAL$type=complex$count=4

Arsip Blog

Recent Posts