LAMPUNG SELATAN - Turnamen Bupati Cup I 2025, yang digadang-gadang menjadi ajang bergengsi olahraga daerah, justru berubah menjadi sorotan akibat kekacauan jadwal dan buruknya manajemen penyelenggaraan.
Berdasarkan pengumuman awal, kick-off Bupati Cup I 2025 dijadwalkan pada Minggu, 26 Oktober 2025. Namun tanpa alasan jelas, acara pembukaan justru baru digelar keesokan harinya, Senin, 27 Oktober, di GOR Way Handak, Kalianda, bersamaan dengan pembukaan turnamen bola voli dan tenis lapangan yang dibuka langsung oleh Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama.
Keterlambatan pembukaan tersebut berimbas pada jadwal pertandingan sepak bola yang digelar oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung Selatan. Berdasarkan jadwal resmi, panitia menetapkan dua laga perdana akan berlangsung di Lapangan Raden Intan, Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda. Namun faktanya, hanya satu pertandingan yang sempat dilaksanakan, dan itupun dengan banyak kejanggalan.
Pertandingan pertama yang seharusnya dimulai pukul 15.00 WIB molor hingga hampir pukul 16.00 WIB. Waktu pertandingan juga dipangkas menjadi 2x35 menit dari standar 2x45 menit, diduga karena molornya jadwal akibat lamanya seremoni pembukaan di GOR Way Handak.
Namun ironisnya, pertandingan tersebut tidak berjalan normal. Babak pertama dihentikan lebih cepat, dan babak kedua hanya berlangsung sekitar 19 menit sebelum panitia meniup peluit tanda berakhirnya laga akibat kondisi lapangan gelap tanpa penerangan.
Akibat situasi tersebut, pertandingan kedua batal digelar. Panitia kemudian mengumumkan bahwa laga akan diundur ke hari berikutnya, Selasa, 28 Oktober. Keputusan itu justru memicu kekecewaan peserta yang merasa dirugikan secara moral maupun materiil.
Salah satu pelatih tim peserta yang enggan disebutkan namanya mengaku kepada wartawan bahwa pihaknya memilih mundur dari turnamen karena menilai panitia tidak profesional dan tidak siap melaksanakan kegiatan sebesar ini.
Menurut penuturannya, panitia sempat menyampaikan penjelasan saat dirinya mengajukan protes. Panitia berdalih bahwa keterlambatan terjadi akibat lamanya acara pembukaan di GOR, serta menyebut bahwa anggaran kegiatan belum diterima dari pimpinan, sehingga sejumlah kebutuhan teknis belum bisa dipenuhi.
“Kami sudah keluar biaya besar, mulai dari transportasi, konsumsi, sampai uang pendaftaran Rp400 ribu per tim. Tapi panitia tidak siap. Jadwal molor, pertandingan berhenti di tengah jalan, dan tidak ada solusi. Saat kami protes, panitia hanya bilang anggaran belum turun,” ungkap pelatih tersebut.
Pernyataan itu memunculkan pertanyaan besar di tengah publik. Jika benar anggaran belum dicairkan, mengapa kegiatan tetap dipaksakan berjalan?
Fakta ini memperlihatkan lemahnya koordinasi dan perencanaan antara panitia pelaksana dan pihak penyelenggara utama, sekaligus mengindikasikan bahwa turnamen ini lebih menonjolkan aspek seremoni dibandingkan kesiapan teknis.
Beberapa peserta juga mengeluhkan tidak adanya kompensasi atau pertanggungjawaban resmi atas pembatalan dan tambahan biaya yang harus mereka tanggung. Bagi mereka, ajang yang membawa nama besar Bupati Lampung Selatan seharusnya mencerminkan profesionalisme dan perencanaan matang, bukan sekadar kegiatan seremonial yang dipaksakan tanpa kesiapan lapangan.
Turnamen yang diharapkan menjadi momentum kebangkitan olahraga daerah kini justru meninggalkan kesan buruk: laga gagal, peserta kecewa, dan panitia berdalih tanpa kepastian.
Jika pola seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap kegiatan olahraga daerah bisa runtuh hanya karena kelalaian manajemen penyelenggara.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Lampung Selatan belum memberikan klarifikasi resmi terkait kekacauan pelaksanaan Bupati (Red)








Tidak ada komentar:
Posting Komentar