Bandar Lampung - Dugaan suap yang melibatkan PT Sugar Group Companies (SGC) Rp70 miliar dan penyalahgunaan dana CSR Bank Indonesia (BI). Tiga LSM asal Lampung bersatu dalam satu barisan, bergerak dari Bandar Lampung menuju Jakarta, membawa satu tujuan menagih keadilan yang hingga kini dinilai masih diabaikan oleh lembaga penegak hukum.
Aksi lanjutan yang akan digelar di depan Kantor Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/05/2025) menjadi momen kedua setelah sebelumnya mereka menggelar aksi serupa pada 11 Juni lalu. Massa yang tergabung dalam DPP Akar Lampung, DPP Pematank, dan Kramat Lampung itu, kini membawa dokumen-dokumen tambahan sebagai penguat laporan sebelumnya.
“Ini bukan sekadar demo biasa. Ini misi menegakkan keadilan bagi rakyat Lampung,” ujar Indra Musta’in, Ketua Umum DPP Akar Lampung, saat ditemui di kantor pusat Akar Lampung di Jalan P. Damar, Bandar Lampung, Selasa pagi.
Indra tampak berdiri bersama dua rekannya, Sudirman dari Kramat Lampung dan Suadi Romli dari DPP Pematank. Ketiganya terlihat sibuk menyiapkan berkas dan koordinasi logistik sebelum keberangkatan menuju Jakarta. Di sela-sela kesibukan, mereka menyampaikan bahwa langkah ini adalah bentuk nyata kepedulian sipil terhadap dugaan pengemplangan pajak triliunan rupiah yang dilakukan PT SGC, serta keterlibatan oknum anggota DPR RI dalam penyalahgunaan dana CSR BI.
“Ada kerugian negara yang sangat besar, dan sampai hari ini belum ada tanda-tanda keseriusan dari aparat penegak hukum. Kami akan terus datang dan membawa suara rakyat,” ujar Suadi Romli, menambahkan.
Dalam pernyataan mereka, aksi ini juga menyoroti indikasi pelanggaran HGU yang dilakukan oleh PT SGC melalui dua anak perusahaannya, PT SIL dan PT ILP. Ketiganya mendesak agar dilakukan pengukuran ulang seluruh lahan, termasuk tanah-tanah adat yang diduga turut dikuasai secara tidak sah.
“Kami minta ATR/BPN turun tangan langsung ke lapangan. Jangan hanya duduk di belakang meja. Ini tanah rakyat, bukan tanah konglomerat,” tegas Sudirman.
Sementara itu, tekanan juga diarahkan kepada KPK agar segera memanggil dan memeriksa tiga anggota DPR RI dari Komisi XI asal Lampung periode 2019–2024. Ketiganya diduga kuat terlibat dalam manipulasi distribusi dana CSR BI yang tidak sampai ke masyarakat.
Indra Musta’in menutup pernyataannya dengan nada tegas. “Kami akan ke Kejagung, ke KPK, dan jika perlu ke Istana Negara. Ini bukan sekadar spanduk dan orasi. Ini soal amanat rakyat. Presiden Prabowo harus tahu bahwa janji memberantas mafia tanah tidak boleh hanya berhenti di pidato pelantikan.”
Kendati izin aksi di Istana masih menunggu konfirmasi dari Mabes Polri, ketiganya memastikan bahwa aksi di Kejagung dan KPK telah mendapat persetujuan resmi.
Keberangkatan massa ke Jakarta hari ini bukanlah akhir, tapi bagian dari gelombang gerakan yang terus bergulir—menggugah nurani penegak hukum dan menggugah negara agar berpihak pada rakyat, bukan pada kekuasaan korporasi.
Diketahui, tiga organisasi masyarakat sipil asal Lampung, yakni Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (Akar), Koalisi Rakyat Madani (Keramat), dan Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank), menggelar aksi unjuk rasa serentak di dua lokasi strategis di Jakarta, Rabu (11/6/2025): Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi tersebut membawa dua isu besar, dugaan kejahatan korporasi oleh PT Sugar Group Companies (SGC) dan skandal korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
Desak Kejagung Usut Dugaan Kejahatan Korporasi SGC
Di depan Kejagung RI, massa menuntut penegakan hukum atas dugaan pelanggaran serius oleh SGC, antara lain, Suap kepada pejabat Mahkamah Agung, Penyerobotan lahan masyarakat adat, Ketimpangan Hak Guna Usaha (HGU) dan pengemplangan pajak.
Koordinator aksi menyebut dugaan suap sebesar Rp70 miliar kepada mantan pejabat MA, Zarof Ricar, sebagai bentuk mafia peradilan. Dalam kasus ini, juga ditemukan dugaan aliran dana sebesar Rp915 miliar serta 51 kg emas, yang ditengarai sebagai bagian dari “pelunasan perkara” SGC.
Selain itu, massa menyoroti luas lahan HGU SGC yang tidak transparan dan bervariasi antara 62.000 hingga 124.092 hektare, termasuk dugaan penyusupan kawasan adat Buay Aji dan lahan konservasi ke dalam wilayah konsesi SGC tanpa dasar hukum sah.
“Kami menuntut agar Kejagung segera menetapkan petinggi SGC, termasuk Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf, sebagai tersangka. Kami juga mendesak penyitaan aset terkait,” tegas Indra Musta’in, Ketua LSM Akar Lampung.
Pada saat yang sama, Ketua LSM Pematank, Suhadi Romli menilai bahwa dugaan kejahatan korporasi oleh Sugar Group Companies sudah sangat keterlaluan dan tidak boleh dibiarkan.
Penyerobotan lahan adat, pengemplangan pajak, hingga dugaan suap kepada pejabat tinggi MA menunjukkan bahwa sistem hukum kita sedang diacak-acak oleh kekuatan modal.
“Kami mendesak Kejaksaan Agung RI untuk bertindak tegas, tanpa pandang bulu. Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Penetapan tersangka terhadap para petinggi SGC adalah langkah awal yang sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” kata Romli.
Dalam aksi tersebut, perwakilan aliansi juga menyerahkan laporan resmi pengaduan dugaan kejahatan korporasi SGC kepada pihak Kejaksaan Agung RI. Laporan tersebut diterima langsung oleh bagian pengaduan bidang Humas Kejaksaan Agung, yang menyatakan bahwa pengaduan akan segera ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.
KPK Didesak Tetapkan Tersangka Korupsi Dana CSR BI
Secara bersamaan, massa juga menggelar aksi di depan kantor KPK, menuntut transparansi dan percepatan pengusutan dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia senilai Rp1,6 triliun.
Dana yang semestinya dialokasikan untuk beasiswa dan pemberdayaan UMKM ini, menurut aliansi, justru disalurkan ke yayasan fiktif dan digunakan untuk keperluan logistik kampanye oleh sejumlah politisi.
“Sudah hampir setahun sejak penggeledahan dilakukan, tapi belum ada satu pun tersangka. Ini mencurigakan dan mencederai integritas KPK,” kritik Indra.
Tiga anggota DPR RI dari Dapil Lampung—Ela Siti Nuryamah (PKB), Marwan Cik Asan (Demokrat), dan Ahmad Junaidi Auly (PKS)—disebut dalam orasi sebagai pihak yang harus diperiksa karena diduga kuat ikut menikmati dana CSR untuk kepentingan pribadi dan kampanye.
Aliansi menyebut sejumlah modus, seperti Pengadaan ambulans untuk kampanye, Pembelian alat percetakan logistik pemilu, Penyaluran bantuan UMKM fiktif atau tidak tepat sasaran.
Aksi di kedua lokasi diwarnai dengan spanduk, poster, serta seruan moral yang menolak pembiaran terhadap korupsi dan kejahatan korporasi.
“SGC bukan raja yang kebal hukum, dan koruptor bukan wakil rakyat. Kami akan terus berjuang sampai keadilan ditegakkan!” seru Indra lantang di hadapan massa.
Ultimatum dan Seruan Aksi LanjutanAliansi memberikan tenggat waktu 14 hari kepada KPK untuk menetapkan tersangka. Jika tidak, mereka mengancam akan kembali turun ke jalan, mengepung kantor KPK dan memobilisasi aksi serentak di berbagai wilayah, termasuk di Provinsi Lampung.
“KPK harus menjawab pertanyaan publik dengan tindakan nyata. Dana CSR Bank Indonesia yang bernilai triliunan rupiah bukan untuk dijadikan ‘celengan politik’ menjelang pemilu,” ucap Sudirman.
“Kami mendesak KPK menetapkan tersangka dalam waktu 14 hari. Jika tidak, kami akan melakukan aksi lanjutan di Lampung dan Jakarta secara serentak. Korupsi ini tidak boleh dibungkam dengan politik kompromi,” tandas Sudirman. (lis/ndi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar